Once Upon a Time in Mt. Bromo

Mereka bilang melihat matahari terbit dari Penanjakan adalah salah satu pemandangan yang tidak boleh dilewatkan. Begitu juga dengan kawasan savana dan padang pasir di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger. Petualangan kami kali ini membawa kami ke sana untuk melihat sendiri tentang keindahannya yang begitu terkenal hingga sampai ke luar negeri.

Akhir tahun segera tiba, Amank dan saya pun berpikir tentang bagaimana kami melewatkan malam pergantian tahun kali ini dengan sesuatu yang berbeda. Pada tahun-tahun sebelumnya, kami biasanya BBQan bareng teman-teman sampai pagi. Seru banget, tapi tahun ini kayaknya temen-temen pada punya acaranya masing-masing. Tahun kemaren adalah yang paling parah, malam pergantian tahun kami lewatkan dengan menonton kembang api dari dalam mobil yang terjebak macet !! Bayangin aja, dua orang cowo jomblo di dalam mobil berduaan sambil dengerin lagunya Diana Krall dan di atas langit sana kembang api berwarna warni terus bersahut-sahutan tanpa henti (jangan bilang so sweet dong, pliss). Akhirnya kami memutuskan untuk memanfaatkan liburan pendek kali ini untuk melihat keindahan alam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger. Kami kembali mengajak serta Vincent dalam trip kali ini.

Kami tiba di Juanda pada sore hari. Mobil yang kami sewa sudah menunggu dan kami pun langsung menuju ke Probolinggo. Mobil kami sewa seharga Rp. 500.000,- dengan rute Juanda Airport – Cemoro Lawang. Harga tersebut sudah termasuk supir dan biaya bahan bakar. Perjalanannya cukup lama karena kami harus berbagi jalan dengan truck-truck besar dan memakan waktu selama kurang lebih 3,5 jam.

Kami tiba di Lava Lodge pada pukul 8.00 . Rintik hujan menambah dinginnya malam di Cemoro Lawang. Kami menyempatkan untuk makan malam di restoran hotel yang kebetulan sudah mau tutup. Suasana di restoran lumayan nyaman. Dinding dan atapnya di balut dengan anyaman rotan menambah khas suasana perdesaan.

Keesokan harinya, setelah mendapatkan sarapan pagi di hotel, kami pun bersiap-siap untuk melakukan trekking ke Gunung Penanjakan. Perjalanan kami mulai pada pukul 10. Kami melewati ladang perkebunan warga Tengger dan melihat aktivitas mereka bertani. Tanaman-tanaman seperti daun bawang, wortel dan kol tersusun rapi. Suku Tengger sendiri adalah salah satu suku di Pulau Jawa yang mayoritas beragama Hindu. Jika ditelusuri, keberadaan mereka berasal dari jaman kerajaan Majapahit dan memiliki banyak persamaan dengan warga Hindu yang ada di Bali.

Setelah trekking selama kurang lebih 3 jam, akhirnya kami sampai juga di sebuah lokasi yang bernama Penanjakan 2. Rasa capek pun terbayar oleh pemandangan indah Gunung Bromo. Suasana sangat sepi di Penanjakan 2 pada saat itu. Hanya ada kami bertiga saja.
Kami meluangkan waktu cukup lama di sini hanya untuk sekedar duduk dan melihat pemandangan indah ini.

Setelah Hiking berjam-jam di Gunung Penanjakan 2

Kami menyantap makan malam di sebuah rumah makan masih di daerah Cemoro Lawang. Suhu pada malam hari di kawasan Bromo lumayan dingin dan terkadang bahkan bisa mencapai 5 derajat celcius. Tapi gak perlu takut, banyak kok para pedagang keliling yang menjual beanie hat ( topi kupluk ) dan syal dengan harga yang cukup terjangkau. Ini bisa dijadikan buat oleh-oleh juga karena kebanyakan topi dan syalnya terpasang tulisan Gunung Bromo.

Hotel tempat kami menginap cukup nyaman tempatnya. Kamarnya cukup bersih dan dilengkapi dengan fasilitas air panas. Pemandangan Gunung Bromo dapat dilihat langsung dari depan hotel. Para staff hotel pun sangat bersahabat.

Hotel Bromo Permai 1 – Triple Room

Pagi hari itu kami bangun pada pukul 3.30 pagi. Kami akan kembali mengunjungi Gunung Penanjakan tapi kali ini dengan menggunakan Hardtop untuk melihat matahari terbit. Berbeda dengan hari kemaren, di mana Gunung Penanjakan terlihat sangat sepi, kali ini kami harus berdesak-desakan karena begitu banyak orang yang ingin menyaksikan matahari terbit dari salah satu tempat tertinggi yang ada di kawasan itu. Matahari dengan anggunnya mulai menampakkan sinar emasnya dari balik kabut di kejauhan. Pemandangan seperti ini sering kami lihat di postcard-postcard dan akhirnya kami kesampaian juga melihatnya dengan secara langsung.

Menikmati Sunrise dari Gunung Penanjakan 2

Kami melanjutkan perjalanan menuju savana. Padang rerumputan yang luas dengan bukit-bukit hijau membuat kita seolah-olah sedang berada di luar negeri. Kabut tipis menutupi sebagian dari tebing hijau yang menjulang tinggi.

Savana dan Bukit Teletubies

Lautan pasir yang lebih terkenal dengan nama Pasir Berbisik juga tak kalah menariknya untuk dikunjungi. Daerah ini diberi nama demikian karena pada saat angin bertiup, pasir akan mengeluarkan suara yang mirip seperti orang sedang berbisik. Namun sayang, kami tidak mendengarnya karena pada saat itu anginnya lagi anteng-anteng aja.

Pasir berbisik

Mobil hardtop yang kami naiki tidak bisa langsung menurunkan kami di kaki Gunung Bromo. Kami pun lantas menyewa kuda untuk membawa kami ke sana. Setelah itu kami menaiki ratusan anak tangga yang bikin napas ngos-ngosan. Kami sempat berhenti sejenak selama dua kali waktu mencoba menaklukan ratusan tangga tersebut. Di bibir kawah Gunung Bromo ternyata tidak ada pagar pengaman sama sekali. Melihat ke dalam kawahnya aja sudah bikin kaki saya gemeteran. Saya yang takut sama ketinggian alhasil cuma menghabiskan waktu kurang dari 10 menit di atas sana.

Karena Faktor “U”, akhirnya kita memilih untuk naik kuda yang ternyata Asyik jugaa !!!

kawah bromo yang tanpa pengaman sama sekali, kalo jatuh ya.. alhamdulilah yahh..sesuatu…:D

Malam pergantian tahun pun tiba. Rasanya gak sreg deh kalo dihabiskan cuma dengan bermalas-malasan di hotel. Setelah mendapatkan info bahwa di sebuah lapangan dekat hotel tempat kami menginap akan diadakan acara campur sari, kami pun segera bergegas ke sana. Ratusan warga sudah berkumpul walaupun pada saat itu sedang gerimis. Kami pun langsung ikut berbaur. Ternyata acara campur sari ini adalah acara orkes dangdut dengan penyanyinya yang berpakaian aduhai sexy banget. haha. Beda banget sama apa yang kami duga. Sebelumnya kami menduga campur sari ini adalah sebuah kesenian tradisional. Warga terlihat antusias dengan acara ini. Saweran tak henti-hentinya mengalir kepada para penyanyi yang saat itu saya yakin pasti kedinginan sekali dengan pakaian sexynya. Gimana ngak, kami aja yang sudah pakai jaket masih ngerasa kedinginan apalagi mereka.
Kami berada di parkiran hotel ketika waktu hampir menunjukan jam 12 malam. Sesaat kemudian kembang api berwarna-warni dari berbagai sudut menerangi langit malam. Kami terdiam dan hanya memandang ke langit untuk beberapa menit. Menikmati kembang api yang bersahut-sahutan. Tahun baru kali ini memang tampak sederhana namun bermakna bagi kami. Gak setiap tahun kami dapat menikmati tahun baru di ketinggian 2100 meter di atas permukaan laut.

Banyak sekali tempat-tempat luar biasa di Indonesia yang patut di kunjungi. Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger adalah salah satunya. Kami berharap untuk dapat terus berpetualang hingga kami tua nanti dan mengunjungi lebih banyak lagi tempat menarik lainya di Indonesia.
Sekian cerita petualangan kami dan Happy New Year guys !! Semoga destinasi impian anda akan tercapai di tahun ini. Never stop travelling ^^

~Haidy~

Untold story by AMANK :

Kawasan Bromo yang terletak pada ketinggian 2100 mtr di atas permukaan laut menyebabkan iklim di sekitarnya cenderung adem anyem. Namun hal ini tetap harus diwaspadai. Jangan sampai teman-teman terkecoh seperti apa yang kami alami. Hari pertama di sana kami melakukan trekking ke Gunung Penanjakan 2 tanpa menggunakan sunblock karena menggangap cuaca sangat nyaman, cerah namun sejuk. Setelah melakukan trekking selama beberapa jam, alhasil badan kami mengalami sunburn dan membuat kecantikan kulit kami terganggu (perih, panas, merah, pokoknya jelek dah)

Pelajaran yang bisa dipetik : gunakanlah selalu sunblock meskipun cuaca dingin. Sengatan matahari khususya di daerah tempat yang tinggi membuat intensitasnya semakin mengerikan…argrhhh…

 Pada waktu perjalanan pulang dari Bromo ke Surabaya, hal yang tak terduga kembali kami alami. Kami terjebak kemacetan ketika ingin keluar dari kawasan Bromo. Usut punya usut ternyata itu disebabkan oleh perbaikan gorong-gorong yang cuma 200 meter di sekitar kawasan itu. Alhasil itung-itungan lama perjalanan kami yang seharusnya tidak lebih dari 4 jam pun molor menjadi 7 jam dan akhirnya kami ketinggalan pesawat ke Banjarmasin.

Pelajaran yang bisa dipetik : sesempurna apapun rencana kita dalam perjalanan, hal-hal yang tidak terduga pun kadang-kadang bisa datang menghampiri kita dan itu mengharuskan kita tetap siap dengan rencana-rencana cadangan.

Rincian Biaya :

Sewa Mobil (Sby – Bromo pp) : Rp. 1.000.000,-

Hotel Bromo Permai 1 (Triple Room) : Rp. 570.000,- / malam *peak season*

Sewa Jeep (Penanjakan, Savana, Pasir Berbisik, Mt. Bromo) : Rp. 450.000,-

Sewa Kuda ke Kawah Bromo (pp) : Rp. 75.000,-

Makan di Resto sekitar bromo : Rp. 20.000,- s/d Rp. 40.000,- *sekali makan*