Once upon a time in India (day 7)

Jaipur adalah sebuah kota yang terkenal dengan sebutan The Pink City. Sebuah kota yang menarik untuk dikunjungi. Dalam perjalanan kami ke India, kami menyempatkan untuk menginap semalam di kota ini.

7. Jaipur, Pink City

Kamar di Hotel 7th Heaven, Pushkar, sangat nyaman dan designya pun menarik. Kami menetapkan Hotel 7th Heaven sebagai hotel terbaik dan ternyaman selama kunjungan kami di India. Harga kamar di sini juga sangat reasonable. Di dalam kamar terdapat beberapa buku bacaan yang tersedia. Terdapat juga sebuah meja kecil dan sofa untuk kami bersantai-santai. Para perkerja di hotel pun sangat bersahabat. Selama 3 hari kami menginap di sini, kami sudah meanggap penginapan ini seperti kamar kos kami sendiri. Baju-baju kotor kami gantung di mana-mana. Di atas tirai jendela sudah tentu menjadi tempat kami menggantung handuk dan *(maaf) celana dalam. Menggunakan jasa Laundry selama dalam perjalanan tentu saja akan menjadi pemborosan. Sedangkan untuk nyuci sendiri rasanya udah gak ada tenaga lagi. Maka karena itulah kami mempunyai ide yang cukup jenius bahwa pakaian kotor itu sebetulnya cukup diangin-anginkan saja.

suasana kamar di 7th Heaven

Kami menyewa taksi di hotel untuk mengantarkan kami ke Jaipur. Memang harganya cukup mahal. Tapi tentu saja, waktu adalah musuh utama kami untuk saat itu. Setelah mengucapkan sedikit kalimat perpisahan dan berpoto-poto ria dengan para pekerja hotel, kami berangkat menuju ke Jaipur. Perjalanan yang memakan waktu selama kurang lebih 3 jam itu kami habiskan untuk tidur.

Crew 7th Heaven yang super ramah dan bersahabat

Setibanya kami di Hotel Arya Niwas, Jaipur, hal pertama yang kami lakukan adalah mencari makan. Entah gara-gara kami emang doyan makan (bahkan saat ini pun lg ngetik juga sambil nyemil roti) atau dikarenakan perjalanan yang jauh, perut kami pada saat itu terasa luar biasa lapar. Beruntung hotel kami di Jaipur mempunyai restoran yang harganya pas buat kantong kami. Makanannya bervariatif lengkap dengan poto-potonya sehingga memungkin saya untuk mencoba lebih banyak lagi makanan India. Meja-meja disediakan di taman untuk mereka yang lebih memilih untuk makan dengan suasana santai.

Hotel ini sebelumnya adalah sebuah rumah mewah yang dimiliki oleh seorang bangsawan. Pada tahun 1983 barulah mansion ini diubah untuk menjadi sebuah hotel. Beberapa koleksi barang antik dan ukiran-ukiran cantik tetap terawat dengan baik. Suasananya nyaman dan kamarnya pun bersih. Di dalam kamar tersedia sebuah heater. Kami yang sudah mulai pilek sangat bersyukur bisa mendapatkan heater di dalam kamar. Suhu di Jaipur memang sangat dingin pada saat itu.

Perjalanan kami lanjutkan untuk mengunjungi sebuah tempat di Jaipur yang sangat terkenal akan bangunannya yang unik dan mempunyai banyak jendela. Bangunan ini bernama Hawa Mahal. Kami berangkat dengan menggunakan rickshaw. Memasuki ke wilayah Hawa Mahal, hampir seluruh bangunan-bangunan yang terdapat di sana berwarna Pink. Menurut catatan, bangunan-bangunan ini dicat dengan warna pink untuk menyambut kedatangan The Prince of Wales yang datang berkunjung ke Jaipur pada tahun 1853. Kami sendiri cukup terkesan dengan bangunan Hawal Mahal. Sebuah istana yang berdiri megah di tengah-tengah keramaian kota. Istana ini dihiasi oleh ratusan jendela-jendela kecil sehingga membuat bentuknya tampak unik. Konon, jendela-jendela ini dibuat untuk para perempuan kerajaan yang ingin memperhatikan kehidupan sehari-hari di luar istana tanpa terlihat. Perempuan kerajaan pada saat itu juga diwajibkan untuk memakai kain penutup muka.

Kami berjalan men- yusuri keramaian kota Jaipur. Memperhatikan para pedagang kaki lima dan toko-toko yang berada di sana. Jalanan di kota ini sama seperti jalanan di kota-kota lain yang kami kunjungi. Macet dan klapson terus berbunyi. Namun bedanya, di sini kami melihat beberapa gajah yang ikut menjadi pengguna jalan raya. Akhirnya perjalanan yang tak tentu arah ini membawa kami ke sebuah tempat yang bernama The City Palace. Sebuah istana yang sudah beralih fungsi menjadi museum. Sayang sekali kami tidak masuk ke dalam. Selain karena tiket masuknya yang cukup mahal dan museum juga sudah mau tutup pada waktu itu. Akhirnya kami menutup perjalanan kami untuk sore itu dengan menonton seorang pawang ular yang kebetulan lagi mangkal di depan museum. Kami memberikan 5 rupee kepada sang pawang untuk meniupkan serulingnya dan melihat ular menari-nari mengikuti gerakan seruling tersebut. (Si pawang niup serulingnya pake melotot-melotot, soalnya cuma dikasih 5 rupee / rp.1.500,-)

Kami makan malam di sebuah restoran Italy yang kebetulan berada di belakang hotel tempat kami menginap. Restoran ini mendapatkan rating yang cukup bagus di beberapa forum di internet. Kami memesan pizza yang dimasak dengan cara tradisional yaitu di dalam tungku api. Makanannya sangat tidak mengecewakan. Namun sayang, chainya masih belum bisa mengalahkan chai yang kami minum di 7th Heaven Pushkar.

Besok pagi kami akan berangkat kembali ke Kolkata sebelum melakukan penerbangan lanjutan ke Kuala Lumpur, Malaysia. Terasa sedih jika mengingat bahwa ini adalah malam terakhir kami di India dan kami berharap pertualangan kami besok di Kolkata tak akan kalah serunya dengan pertualangan kami di kota-kota lainnya di India.

Extra view : Amank


toko oleh-oleh scraft – wajib dikunjungi kalo lagi di Pushkar

karena mungkin lagi musim dingin, hewan-hewan peliharaan pun rata2 memakai baju,mungkin biar hangat kali yah…

Rincian pengeluaran day 7 :
1. Sarapan : Rp. 20.425
2. Taxi Pushkar ke Jaipur : Rp. 215.000
3. Makan Siang : Rp. 53.750
4. Rickshaw Hotel Arya Niwas – Hawa Mahal (pp) : Rp. 30.100
5. Sumbangan Pengemis : 1.720
6. Wifi Service Hotel Arya Niwas : Rp. 25.800
7. Makan Malam : Rp. 88.150
8. Hotel Arya Niwas (1 day) : Rp. 301.000
Total : Rp. 735.945